Untung sekali mata bengkak karena alergi tidak menghalangi kepergian untuk bersama-sama dengan 6 orang rekan lain berjalan-jalan di seputar Ujung Genteng – Sukabumi.
Dihadang kemacetan di jagorawi dan sepanjang jalan raya sukabumi, membuat waktu tempuh perjalanan meningkat banyak. Akibatnya banyak jadwal jadi mundur juga. Tapi semua tetap semangat.
Ada yang lucu di pagi hari saat menjelang sarapan, kami dengar pembicaraan antara pemandu pendamping yang orang lokal, mendiskusikan jalan yang akan ditempuh berikutnya. “Kondisi jalan ke lokasi disana gimana, rusak ya?” Tanya pengemudi. Dijawab pemandu, “Ah nggak rusak, cuma hancur saja”. “Gubrag..” Kami semua ketawa stress. Nah kurang lebih begitu kondisi jalan yang ditempuh tak lama sesudah melewati Kiara Dua.
Saking hancurnya, setelah diguncang hebat dalam Elf yang kami naiki, beberapa km sebelum tiba di desa tujuan si pengemudi menyerah dan tak berani melanjutkan perjalanan. Jreeng, dengan semangat pantang menyerah diputuskan melanjutkan sampai titik awal perjalanan dengan ojek. Jadilah kami naik ojek menembus pasar, sawah dan longsoran sungai.
Berkumpul di salah satu pelosok desa Ciwaru. Rupanya ibu pemilik warung tempat istirahat sebentar membeli minuman ini yang nanti juga akan mensuplai kami dengan makan siang.
Mulailah perjalanan kaki rombongan 7 orang plus pemandu plus anak-anak desa yang membantu membawakan peralatan foto kawan-kawan. Semua menuju Curug Cikanteh dan Curug Kodong ..[ Ada satu lagi yang lebih jauh tetapi kami tak kesana.] Uhuy, backpack-ku ditawarkan untuk dibawakan juga, tapi aku tolak, gaya ya .. He he he kan gengsi juga.
Dimulai dengan menyusur sawah dan saluran irigasi desa, kemudian belok dan masuk kebun-kebun, mulailah proses menanjak; juga menurun, menanjak lagi. Jalan makin kecil dan alang-alang serta semak makin rapat. Kadang agak basah, namun agak beruntung karena lama (beberapa hari)tidak hujan jadi tak terlalu licin juga.
Jalan sempit menyusuri bukit, menyeberangi sungai dan kadang-kadang sangat terjal ini cukup melelahkan. Kadang kita beristirahat cukup lama menunggu yang tertinggal di belakang. Memang perlu kerjasama dan setiakawan untuk menempuh jalan begini. Yang dimuka kadang harus bantu menarik yang masih di bawah pada tanjakan. Atau membantu mendorong ke atas.
Jalan yang sering agak licin menjadi hambatan untuk kecepatan. Hambatan lain, misalnya, kamera (sangat mahal) seorang rekan tak sengaja tercelup sungai dan tak bekerja lagi. Disini dibutuhkan kerjasama agar perjalanan baginya tak sia-sia; saling meminjamkan peralatan adalah hal biasa. Sayang seorang kawan kelelahan dan pusing melihat ketinggian tanjakan terjal, dia hanya tempuh separoh perjalanan.
Sampai di tujuan pertama, Curug Cikanteh, rasa capek yang luar biasa mendadak hilang berganti kebahagiaan yang sangat melihat indahnya curug ini. Curug Cikanteh terdiri dari 3 bagian, air terjun pertama yang tinggi dan indah, jatuh ke dataran (yang tak kami naiki), disambung dengan dua air terjun kecil ke kiri dan ke kanan.
Proses memotret dilakukan sistematik, dari arah belakang dan maju ke depan agar tak saling menghalangi. Semua memasang tripod, filter dan kamera .. Siap mengabadikan. Take nothing but pictures, leave nothing but foot prints. Sampah bekal minuman dll kami bawa kembali. Tak terasa beberapa jam berlalu, saatnya makan dan menuju tujuan lain.
Kembali melintasi sebagian jalan yang kami lalui tadi, ternyata berbelok sedikit kami sudah sampai di Curug Kodong. Dan makan siang menanti disini. Cukup sederhana saja, nasi putih semur daging dan sambel ulek, tapi nikmatnya tak terperi.
Curug Kodong terdiri dari dua aliran air terjun sejajar dan jatuh kesatu laguna. Indah sekali disana. Juga kalau kita lihat dari sana, nampak jalan yang dilalui sangat terjal dan kalau meleng bisa jatuh lumayan jauh.
Namanya jalan-jalan begini semua segera menggelar peralatan memotret setelah makan. Dan ini berlangsung cukup lama, sampai diingatkan waktu pulang karena perjalanan masih jauh. Ah enaknya perjalanan ini.
Catatan:
Fisik. Sejak dulu saya bukan penggemar olahraga, meskipun suka jalan-jalan di alam. Ternyata memang perlu menjaga kebugaran fisik (dan jiwa tentunya). Saat tengah jalan beberapa kali mengalami kelelahan yang sangat, nafas hampir habis alias ngos-ngosan. Ah sampai-sampai tak berani istirahat di tempat adem sebelum sampai, supaya suhu tubuh terjaga. Juga hanya dengan menyemangati diri sendiri bisa menempuh perjalanan ini, bayangkan saja hal-hal yang menyenangkan, berbagi dengan teman juga sangat membantu.
Peralatan jalan. Backpack yang saya gunakan sangat nyaman, pembagian beban merata dan tak terasa berat di punggung. Beruntung jalan relatif kering sehingga sendal cap buaya, yang nyaman di pakai di kota, tapi nyatanya tak bagus dipakai untuk lintas alam begini. Memang paling cocok ya sandal gunung, sesuai namanya.
Maaf. Ternyata sepanjang perjalanan banyak sekali semut rang-rang. Banyak yang menggigit kami. Tapi banyak juga yang mungkin mati terinjak, sungguh itu bukan disengaja.
Salam Indonesia indah …
Lain kali saat anda memasak, jangan membuang kulit kering dari bawang. Karena, kulit bawang merah itu telah terbukti bermanfaat bagi kesehatan manusia.
Berdasarkan keterangan para peneliti dalam sebuah penelitian yang dipublikasikan di jurnal Plant Foods for Human Nutrition, kulit kering terluar dari bawang itu kaya serat dan Flavonoid. Sementara pentol bawang itu mengandung kandungan belerang.
"Sampah dari bawang merah merupakan sebuah sumber dari kandungan alamiah, karena sayuran ini kaya akan kandungan yang menghasilkan manfaat untuk kesehatan manusia," kata Vanesa Benitez, seorang peneliti dari Departmen Of Agricultural Chemistry University of Madrid, Spanyol seperti dikutip dari Times of India.
Kelompok peneliti Benitez bekerja bersama ilmuwan dari Universitas Cranfield Inggris telah melakukan eksperimen laboratorium. Mereka meneliti kemungkinan penggunaan dari setiap bagian dari bawang.
Berdasarkan penelitian itu, kulit bawang kering mengandung serat diet yang tinggi. Kulit bawang juga mengandung kandungan phenolic, seperti quercetin dan flavonoid, dan zat metabolis lain yang memiliki khasiat sebagai obat. Dua lapisan terluar dari bawang juga mengandung serat dan Flavonoids.
"Memakan serat mengurangi resiko penyakit jantung, keluhan lambung, kanker usus besar, diabetes tipe 2, dan obesitas," tambah para peneliti.
Sumber: antaranews.com
0 komentar:
Posting Komentar